Fonetik dan Bidang Kajiannya

Senin, April 02, 2012


Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak manusia (O’Connor, 1982: 10-11), (Ladefoged, 1982: 1). Menurut Gorys Keraf (1978), fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi dengan alat ucap manusia.
Menurut Clark dan Yallop (1990), fonetik merupakan bidang yang berkaitan erat dengan kajian bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses ujaran yang diterima. Lebih lanjut, fonetik ini sangat berguna untuk tujuan-tujuan seperti pengajaran diksi, penguasaan ujaran bunyi-bunyi bahasa asing, perbaikan kualitas bertutur bagi mereka yang menghadapi masalah kurang daya pendengarannya.
Secara umum, fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik fisiologis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris atau fonetik persepsi (Dew dan Jensen, 1977:19).
  1. Fonetik Fisiologis
Fonetik fisiologis adalah suatu bidang ilmu oengetahuan yang mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia (Liberman, 1977 : 3). Seseorang yang ingin mengkaji bunyi-bunyi behasa harus mengetahuai juga berbagai struktur mekanisme peraturan, memehami fungsi setiap mekanisme tersebut, dan peranan nya dalam menggasilkan berbagai bunyi behasa (Singh dan Singh, 1876 : 2). Fonetik yang menkaji tentang penghasilan bunyi-bunyi bahasa berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia di namakan fonetik fidiologis.
  1. Fonetik Akustik
Kajian fonetik akustik bertumpu pada struktur fungsi bunyi-bunyi bahasa dan bagaiman alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang di teriman (Mallberg, 1963 : 1).ada tiga ciri untama bunyi-bunyi bahasa fonetik akustik, yaitu frekuensi, tempo, kenyaringan.
  1. Fonetik Audiotoris Atau Fonetik Persepsi
Kajian ini meneliti bagaimana seorang pendengar menanggapi bunyi-bunyi yang di terima sebagai bunyu-bunyi yang perlu dip roses sebagai bunyi-bunyi bahasa bermakna, dan apakah cirri bunyi-bunyi bahasa dianggap penting oleh pendengar dalam usaha untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang di dengar (Singh dan Singh, 1976, 5).

Ketidak lancaran Berujar yang Terkait dengan Kajian Fonetik
Masalah ketidaklancaran berujar oleh penutur ini dapat dilihat dari segi atau keadaan kelemahan organ pertuturannya, keadaan suaranya (terutama dari segi nada dan kenyaringan), dan kelancarannya berujar (Thomas dan carmack, 1990:2). Permasalahannya ini bisa disebabkan oleh kegagapan (stuttering),  kelumpuhan saraf otak (cerebral palsied), belahan langit-langit mulut, rusak pendengaran (hearing impaired).
  1. Kagagapan (Stuttering)
Menurut Ainsworth (1975), gagap merupakan salah satu permasalahan yang berhubungan dengan ketidak lancaran ketika berbahasa, yang di alamai oleh seorang penutur.
Ciri-ciri kegagapan adalah:
  1. Pemandekan (atau kemendekan) merujuk kapada ketidak mampuan penutur untuk menggerakan atau mengawali gerak articulator-artkulator pertuturan untuk menghasilkan suatu perkataan yang di kehendaki.
  2. Pemanjangan merujuk kepada keadaan memanjangkan bunyi dalam jangka waktu yang lebih lama di bendingkan dengan jangka waktu normal.
  3. Pengulangan merujuk pada keadaan mengulang secara berturut-turut bunyi-bunyi
  4. tertentu dala suku kata, frase atau kalimat ketika d ujarkan dalam suatu percakapan.
  1. Kelumpuhan Saraf Otak (Cerebol Palsied)
Istilah "kelumpuhan otak" merujuk pada kecederaan di bagian tengah system nervours otak manusia, yang mengakibatkan proses arahan dan perpisahan dari otak ke saraf penggerek yang mendorong pergerakan anggota tubuh sangat lemah bahkan tidak berfungsi (Mysak, 1990 : 499-500). Dalam kasus ini, fonetisi berusaha membantu penutur yang mengalami kelumpuhan saraf otak ini untuk berlatih menggerakan artikulator-artikulator ke posisi yang tepat sesuai dengan bunyi bahasa yang di hasilkan
  1. Belahan Langit-Langit Mulut
Berdasarkan pemahaman tentang keadaan articulator dan titik artikulasi serta tekanan dan aliran rongga mulut/hidung, penutur yang mempunyai belahan lengit-langit mulut ini, ahli fonetik bias mencoba membantu memperbaiki kualitas bunyi yang di hasilkan.
  1. Rusak Pendengaran (Hearing Impaired)
Penutur yang mempunyai kualitas pendengaran yang rendah berkemngkinan gagal untuk mengenal dengan beik bunyi-bunyi yang berfrekuensi tinggi, misalnya bunyi [s] dan [f]. karena itu dia akan menghadapi masalah ketika memahai perkataan dalam suatu ujaran yang mengandung bunyi-bunyi yang berfrekuensi tinggi tersebut. (Thomas dan Carmach, 1990 : 24).

Kondisi Kajian Fonetik
1. Kajian fonetik di Barat
                 Di Barat, kajian linguistik dilakukan dengan cara scientific atau ilmiah. Berbagai alat pemeriksaan, penyelidikan, dan percobaan diadakan. Banyak hasil diperoleh dari penyelidikan ini. Selama ini, kajian fonetik ilmiah ini belum berkembang dengan baik. Hasil kajian hanya memberikan penjelasan kepada kita mengenai bagaimana gerakan alat-alat bicara dan hasil-hasil yang diperolehnya. Penjelasan-penjelasan ini belum sampai kepada kegunaan praktis dalam kehidupan berbahasa sehari-hari, termasuk miasalnya bagaimana menangani penutur yang mempunyai cacat wicara.
2. Sejarah Perkembangan kajian fonetik
Pengkajian fonetik ditangani secara serius sejak terbentuknya International Phonetic Assosiation (IPA) pada tahun 1886 di Barat, walaupun buku-buku yang membicarakan bunyi bahasa telah terbit sejak tahun 1569.
Walaupun IPA terbentuk tahun 1886, di Inggris sendiri pengkajian fonetik digeluti secara intensif mulai tahun 1907, yaitu setelah University of London mengakui usaha-usaha Daniel Jones (seorang pakar fonetik Inggris terkenal) dan melantiknya sebagai dosen dalam pengkajian fonetik di University Callage.
Dengan terbentuknya Asosiasi Fonetik Internasional ini banyak kemajuan yang dihasilkan, terutama antara tahun 1910-1930. di antara mereka merasa perlu pertemuan para fonetesi dunia. Akhirnya, berlangsunglah kongres pertama dengan nama “international Conggress of Phonetic Sciences” pada tahun 1932 di Amsterdam. Kongres yang kedua diadakan di London pada tahun 1935, yang dihadiri oleh 262 orang ahli dari 29 negara. Kongres ketiga diadakan di Ghent (Belgia) pada tahun 1938 yang dihadiri 273 orang ahli dari 18 lembaga dan persatuan, 38 universitas, dan 32 negara. Sejak itulah telah banyak buku dan artikel mengenai fonetik yang terbit. Semua tulisan tersebut berpatokan pada prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh IPA.

BEBERAPA TOKOH ILMU FONETIK
1.  Bertil Malmberg
Bertil Malmberg (1968), seorang fonetisi Prancis, mendefinisikan fonetik sebagai pengkajian bunyi-bunyi bahasa. Fonetik adalah pengkajian yang lebih menitikberatkan pada ekspresi bahasa, bukan isinya. Yang dipentingkan adalah bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan penutur, bukan makna yang ingin disampaikan.
Menurut Bertil Malmberg, ilmu fonetik bisa dibagi menjadi empat cabang, yaitu sebagai berikut:
-          ilmu fonetik umum: mengkaji terhadap penghasilan bunyi-bunyi dan fungsi mekanisme ucapan.
-          Ilmu fonetik deskriptif: mengkaji terhadap kelainan atau perbedaan bunyi bagi suatu bahasa tertentu.
-          Ilmu fonetik sejarah: mengkaji terhadap perubahan bunyi suatu bahasa berdasarkan sejarah bahasa tersebut.
-          Ilmu fonetik normatif: mengkaji terhadap kaidah bunyi yang benar pada suatu bahasa.
2. J.D. O'Connor     
Menurut O’Connor fonetik ialah ilmu yang bersangkut paut dengan bunyi-bunyi ujar yang di hasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi-bunyi yang dapat didengar ini kemudian diformulasikan sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang terdapat dalam bahasa masyarakat yang bersangkutan. Seterusnya, formula bunyi-bunyi ini diberi “fungsi” tertentu sehingga dapat dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu.
Menurut O’Connor, tingkah laku berkomunikasi berawal dari otak pembaca. Pada tahap ini, kita bisa beranggapan bahwa otak penutur mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi kreatif (creative function) dan fungsi saluran (forwarding function).
3. David Abercromcie
David Abererombie (1971) berpendapat bahwa fonetik ialah ilmu yang bersifat teknis. Dalam ilmu ini, suatu bahasa akan dilihat secara analitis, yaitu tidak saja mendengar percakapan, tetapi juga menyadari setiap gerak jasmani yang melatarbelakanginya.
Sewaktu kita bernapas misalnya, udara tidak dikeluarkan terus-menerus. Aliran uadara tidak berkelanjutan. Otot pernapasan tegang dan kendur berulang-ulang dalam satu pernapasan yang panjang. Rata-rata gerakan tegang-kendur otot pernapasan adalah lima kali dalam satu detik atau 300 kali dalam satu menit. Udara dikeluarkan dari paru-paru setiap kali hembusan.

SKOP (BIDANG CAKUPAN), TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB FONETISI
Fonetisi lebih berminat untuk melihat bagaimana pergerakan udara di hubungkan dengan pergerakan organ-organ pertuturan dan koordinasi semua pergerakan ini sehingga menghasilkan bunyi. Yang diperhatikan fonetisi adalah pergerakan lidah, rahang, bibir, dan sebagainya ketika menghasilkan bunyi bahasa dengan bentuk alat sinar-X (X-ray). 
Fonetisi juga berminat bagaimana arus udara bergetar antara mulut penutur dan telinga pendengar. Bidang fonetik ini berkaitan dengan bidang ilmu fisika yang mengkaji masalah akustik. Alat-alat yang digunakan adalah alat yang biasa digunakan oleh ahli fisika, yaitu spektogram. Tujuan umum penggunaan alat ini adalah untuk mengukur kekerapan atau frekuensi dan luas getaran bunyi dalam jangka waktu tertentu. Pengkajian ini dikenal dengan pengkajian fonetik akustik.
(http://eva-harista.blogspot.com)

0 komentar: