MEMBALIK PARADIGMA PENDIDIKAN

Sabtu, April 16, 2011



Oleh : Audith M Turmudhi
      Anggapan bahwa intelektualitas adalah segala-galanya atau setidak-tidaknya merupakan faktor utama yang akan membawa orang pada kesuksesan dalam kehidupan karir atau kehidupan nyata di masyarakat, kini terbantah telak sejak Daniel Goleman menulis buku "Emotional Intelligence: Why It Can Matter More than IQ" (1995). Buku yang merupakan hasil riset yang luas ini -- yang  kemudian direspon positif oleh sejumlah ilmuwan yang kemudian melakukan riset lanjutannya -- sungguh sangat menyentak kesadaran pembacanya.  Disebutkan oleh Goleman bahwa ada kecerdasan yang jauh lebih besar peranannya dibanding kecerdasan akademik atau kecerdasan intelektual dalam mengantar orang pada kesuksesan hidup, yaitu apa yang dinamakan kecerdasan emosional (emotional intelligence).

Ujian Nasinal (Harapan dan Realita)

System pendidikan yang telah dibuat pemerintah sekarang pasti tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas dan mutu pelajar Indonesia. Tujuan ini adalah tujuan yang sangat mulia, tapi menurut saya apa yang dilihat dan dinilai dari suatu system itu adalah hasilnya. Lalu bagaimana kualitas dan mutu pendidikan sekarang dibanding tahun-tahun sebelumnya ? Apakah semakin membaik ?
Ujian Nasional sesungguhnya bisa dibaratkan seperti jamu, rasanya pahit bila diminum namun berguna untuk diri kita apalagi dalam kondisi badan yang loyo, stamina dapat fit kembali setelah minum jamu.
Ujian Nasional merupakan salah satu cara yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa. Memang, diperlukan sebuah standar baku untuk menetapkan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran, salah satunya dengan menetapkan standar nilai mata pelajaran yang di Ujian Nasional kan (UN). Karena, dengan adanya standar tersebut, maka dapat diambil kesimpulan dan perbandingan prestasi antara sekolah yang satu dengan yang lainnya.
Pelaksanaan Ujian Nasio­nal (UN) menjadi momok mena­kut­kan bagi sebagian sekolah dan siswa. Bukannya belajar sung­guh-sungguh, ujian itu malah di­artikan sebagai bala. Ritual pun kerap dilakukan dengan ha­rapan bisa lulus semua.
Timbulah paradigma dalam Masyarakat, dengan kronologis:
1. Murid takut tidak lulus Ujian Nasional, malu sama teman.
2. Orang tua takut anak tidak lulus Unjian Nasional, malu sama tetangga.
3. Guru takut muridnya tidak lulus Ujian Nasional, malu gagal dalam mengajar.
4. Kepala Sekolah takut murid tidak lulus Ujian Nasional, malu dianggap gagal dalam memimpin.
5. Kepala Dinas takut banyak banyak siswa yang tidak lulus Ujian Nasional, malu dianggap gagal dalam membina Kepala Sekolah.
Kelima hal diatas menghasilkan konsesi semua siswa yang ikut Ujian Nasional harus lulus. Hal ini menghasilkan Paradigma yang salah. Kenapa?
1. Kalau belum bisa kenapa harus lulus.
2. Kenapa harus meluluskan orang yang belum bisa.
3. Kenapa harus malu mengakui kekurangan.
4. Banyak orang malu mengakui bahwa ia tidak mampu.
5. Banyak orang membohongi diri sendiri, dengan mengangap diri manusia super.
JANGAN HIDUP DALAM KEBOHONGAN, HIDUPLAH DALAM KEJUJURAN, AGAR KENIKMATAN HIDUP BISA DIRASAKAN.