A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Islam telah menjadi
kajian yang menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin
berkembang. Islam tidak lagi dipahami hanya dalam pengertian historis dan
doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya
terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seorang individu harus
memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban,
komunitas politik, ekonomi dan bagian sah dari perkembangan dunia. Mengkaji dan
mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya dibutuhkan
metode dan pendekatan interdisipliner.
Kajian agama,
termasuk Islam, seperti disebutkan di atas dilakukan oleh sarjana Barat dengan
menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humanities, sehingga muncul sejarah agama,
psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam
perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan masyarakat
Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun juga masyarakat di negara-negara
berkembang, yang kemudian memunculkan orientalisme.
Sarjana Barat
sebenarnya telah lebih dahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap fenomena
Islam dari pelbagai aspek: sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin,
ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan
kesehatan, perkembangan minat dan kajian intelektual, dan seterusnya.
|
Bila
sejarah dijadikan sebagai sesuatu pendekatan untuk mempelajari agama, maka
sudut pandangnya akan dapat membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab
sejarah sebagai suatu metodologi menekankan perhatiannya kepada pemahaman
berbagai gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk
gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas di dalam pendekatan sejarah.
Karena itu penelitian terhadap gejala-gejala agama berdasarkan pendekatan ini
haruslah dilihat segi-segi prosesnya dan perubahan-perubahannya. Bahkan secara
kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan,
perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan juga mampu
memahami gejala-gejala struktural yang menyertai peristiwa. Inilah pendekatan
sejarah yang sesungguhnya perlu dikembangkan di dalam penelitian masalahmasalah
agama.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang maslah yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini yaitu:
1. Apakah pendekatan sejarah dalam studi Islam?
2. Apakah manfaat studi Islam dengan menggunakan pendekatan
sejarah?
B.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Sejarah dan Pendekatan Sejarah
Secara etimologi, kata
“sejarah” terjemahan dari kata tarikh,
sirah (bahasa Arab),
history (bahasa Inggris), geschichte (bahasa jerman).Semua kata
tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu “istoria”
yang berarti ilmu[1].
Dalam penggunaannya, filosof Yunani memakai kata istoria untuk menjelaskan secara sistematis mengenai gejala alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata istoria
dipergunakan untuk menjelaskan mengenai gejala-gejala terutama hal ikhwal
manusia dalam urutan kronologis.
Secara leksikal, sejarah adalah pengetahuan atau
uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar
terjadi pada masa lampau. Secara terminologi sejarah adalah kisah dan peristiwa
masa lampau umat manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik,
sosial, ekonomi maupun gejala alam[2].Defenisi
ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa
masa lampau manusia dengan segala dimensinya.
Maka lapangan sejarah adalah meliputi segala
pengalaman manusia.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur
penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada
fakta. Kebenaran sejarah terletak dalam kesediaan sejarawan untuk meneliti
sumber sejarah secara tuntas, sehingga diharapkan ia akan mengungkapkan sejarah
secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan ialah adanya kecocokan antara
pemahaman sejarawan dengan fakta. Sejarah dengan demikian didefenisikan sebagai
ilmu tentang manusia yang merekonstruksi masa lalu.
Adapun yang direkonstruksi sejarah adalah menyangkut
apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh
manusia. Mengungkapkan kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia, terdapat
dua implikasi metodologis. Pertama,
keharusan memakai metode studi sejarah yang lebih problem oriented. Kedua, penjelasan serta penelaahan
sejarah didasarkan pada analisis yang social-scientific.
Terdorong oleh kecenderungan metodologis ini, maka dalam prakteknya sejarawan
menggunakan pendekatan dan konsep-konsep serta teori-teori ilmu-ilmu sosial
yang mempunyai daya penjelas yang lebih besar dalam memberikan keterangan
historis (historial explanation).
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa sejarah
adalah suatu cabang studi yang berkenaan dengan penelitian yang berhubungan
dengan kejadian-kejadian yang terikat pada waktu, yang berhubungan dengan semua
kejadian yang terjadi di dunia
ini. Dengan demikian sejarah pada hakekatnya adalah upaya melihat masa lalu
melalui masa kini. Untuk mengarah pada suatu keyakinan atas kebenaran informasi
masa lampau tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai data yang akurat, di
antara data itu adalah data sejarah. Maka pendekatan sejarah (historis) amat dibutuhkan dan tidak dapat dielakkan dalam
memahami agama, karena agama itu sendiri turun berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan.
Adapun yang dimaksud di sini dengan pendekatan sejarah yang menjadi titik
fokus pembahasan disini adalah cara
pandang yang digunakan untuk merekonstruksi masa lalu umat manusia yang melihat
suatu peristiwa dari segi kesadaran sosial yang mendukungnya. Pendekatan ini
lebih populer disebut “sejarah sosial”. Pendekatan ini merupakan alternatif
terbaik untuk lebih menjelaskan perkembangan dan perubahan-perubahan historis
pada masa lalu secara lebih aktual dan komprehensif.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik
dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini
seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat
dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Pendekatan
sejarah dibutuhkan dalam studi agama, karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang kongkret bahkan berkaitan dan kondisi sosial kemasyarakatan.
Pendekatan sejarah adalah mengkaji Islam dari
perspektif yang dikenal dalam ilmu-ilmu sejarah, dalam ini sebuah sejarah
dipengaruhi oleh banyak faktor, sejarah dipengaruhi oleh masa dan cara berpikir
di masa itu, dan sebagainya. Ketika diterapkan dalam mengkaji Islam, maka Islam
bukan dilihat sebagai doktrin semata, tetapi dilihat secara historis yang
terkena deretan hukum historis yang selalu berubah.
2.
Islam Sebagai Fenomena Sejarah
Pendekatan sejarah dalam studi Islam merupakan
pengkajian fenomena historis dari masyarakat muslim
terutama sejak terbentuknya komunitas muslim masa Muhammad
SAW hingga masa sekarang. Al-quran sendiri di lain pihak menyajikan kisah
mengenai masyarakat terdahulu dengan berbagai variasi, yang perlu mendapat
pembuktian secara empiris dari berbagai sumber yang ada. Alquran juga
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan situasi dan kondisi yang pada
dasarnya merupakan jawaban bagi persoalan yang berkembang di masyarakat. Dalam
ilmu tafsir, lahirlah ilmu Asbab al-nuzul
yang pada intinya berisi sejarah turunnya alquran juga merupakan jawaban bagi
persoalan perkembangan dalam masyarakat.
Umat Islam sebagai bagian dari masyarakat pada
umumnya tentu saja tidak lepas dari peristiwa sejarah. Saat ajaran Islam
diwujudkan oleh pemeluknya dalam bentuk tindakan atau amalan, maka ia menjadi
sejarah. Atas dasar itu Islam dapat dilihat sebagai wahyu berbentuk Al-quran dan hadits, sedangkan Islam sebagai wahyu dan sebagai produk
sejarah berarti segala apa yang dipikirkan, dikerjakan, dikatakan, dirasakan
dan dialami oleh orang-orang Islam.
Islam sebagai wahyu yang berbentuk Al-quran dan hadits, pemaparan makna yang terkandung dalam kedua nas (sumber) tersebut
tidak selamanya diungkapkan dengan bahasa yang jelas, melainkan sebagian
memerlukan penjelasan atau penafsiran. Untuk itulah kedudukan hadits terhadap Al-quran berfungsi sebagai Mubayyan. Setelah Rasul wafat tentu tidak ada lagi mubayyan[3].
Maka tugas para intelektual muslimlah
selanjutnya untuk memberikan pemahaman dan penafsiran terhadap Al-quran yang belum ada bayan-nya dari Rasul dan juga terhadap hadits yang kurang jelas pemahamannya.
Para
ulama kemudian merumuskan atau membuat alat bantu ke dalam suatu bentuk
pemahaman yang mudah dipahami dan dapat
diamalkan terhadap suatu kasus hukum yang datang kemudian. Salah satu di antara
rumusan atau alat bantu itu adalah kondisi historis
empiris atau kondisi historis
sosiokultural Al-quran berupa
sebab-sebab turunnya Al-quran (asbab al-nuzul) dan juga kondisi historis sosiokultural hadits
(asbab al-Wurud). Untuk itu
dibutuhkan pengetahuan sejarah tentang peristiwa-peristiwa dalam Islam. Sejarah
bagi kaum muslimin tidak hanya bermanfaat sebagai cermin masa lalu untuk
dijadikan pedoman bagi masa kini dan mendatang, tapi juga menjadi alat untuk
memahami secara lebih tepat sumber-sumber Islam.
Apabila dipahami secara benar, Islam sebagai agama
yang terakhir bahkan penyempurnaan ajaran umat terdahulu, tidak dapat
dipungkiri merupakan fenomena sejarah. Kenyataan ini dapat dimengerti,
mengingat Islam sebagai agama yang relatif belakangan, sejak kelahirannya
langsung berhadapan dengan tradisi institusi agama-agama lama. Lebih dari itu, Al-quran sebagai sumber
ajaran kandungannya juga berbicara tentang kejadian masa lalu yang bernuansa
sejarah, sehingga tidak terlepas dalam penyempurnaan ajaran agama umat
terdahulu itu memiliki keterkaiatan untuk diterapkan pada kondisi setelah Rasul
saw diutus.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Islam merupakan
fenomena sejarah. Sampai saat ini kajian tentang masa lalu itu kerapkali
dijadikan sebagai gambaran dan pedoman (I’tibar)
buat kehidupan masa kini.
3. Metode
dan Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Dalam studi
Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam memahami Islam.
Penguasaan dan ketepatan pemilihan metode tidak dapat dianggap sepele. Karena penguasaan
metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang dapat mengembangkan ilmu yang
dimilikinya. Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi
konsumen ilmu, dan bukan menjadi produsen. Oleh karenanya disadari bahwa
kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan
kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat
dikembangkan.
Diantara metode
studi Islam yang pernah ada dalam sejarah, secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
Pertama, metode
komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek
yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya. Dengan cara yang
demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh.
Kedua,
metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode
ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya
dengan metode teologis normative[4].
Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang nampak dalam kenyataan
histories, empiris, dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung
dalam kitab suci. Melalui metode teologis
normative ini seseorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama agama
yang mutlak benar. Hal ini di dasarkan kerena agama berasal dari Tuhan, dan apa
yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu
dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan
berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.[5]
Metode-metode
yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dpandang tidak cukup
lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh
para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches)
ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik
penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama.
Diantaranya adalah pendekatan teologis
normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, dan
pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam
konteks penelitian), adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam
satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan
ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa agama dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai
nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada
persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu social, penelitian
filosofis, atau penelitian legalistic[6].
Mengenai
banyaknya pendekatan ini, penulis tidak akan menguraikan secara keseluruhan
pendekatan yang ada, melaikan hanya pendekatan histories sesuai dengan judul di
atas, yakni pendekatan histories.
Sejarah atau
histories adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut[7].
Pendekatan
kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena gama itu sendiri
turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi social
kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang
mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah.
Ketika ia mempelajari Al-Qur’an
ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-Qur’an itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua
berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian
pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an
yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yang khusus,
doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada
umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin
diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al-Qur’an, atau bias
jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya
konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu
kemudian diintegrasikan
ke dalam pandangan dunia Al-Qur’an,
dan dengan demikian, lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian
pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak
maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan
sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.
Selanjutnya,
jika pada bagian yang berisi konsep, Al-Qur’an
bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam,
maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, Al-Qur’an ingin mengajak
dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah[8].
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag
tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin
memahami Al-Qur’an
secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an atau
kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut
dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an. Dengan ilmu
ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang
berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
4. Perkembangan
Kajian Islam melalui Pendekatan Histories (Historiografi
Islam)
Ada dua faktor pendukung utama berkembangnya
penulisan sejarah dalam sejarah Islam, yaitu :
Pertama, Al-quran
sebagai kitab suci umat Islam memerintahkan umatnya untuk memperhatikan
sejarah. Beberapa ayat alquran dengan tegas memerintahkan hal itu. Diantara
adalah Q.S.ar-Rum : 9. Al-qur’an bahkan tidak hanya
memerintahkan untuk memeperhatikan perkembangan sejarah manusia. Tetapi juga
menjanjikan banyak kisah-kisah. Sebahagian ulama berpendapat bahwa dua pertiga
isi Alquran itu adalah kisah sejarah. Ini dipaparkan dengan tujuan agar umat
manuasia mengambil I’tibar dari padanya.
Kedua, Ilmu hadits merupakan awal masa
perkembangan Islam, ilmu hadits merupakan ilmu yang
paling tinggi dan paling diperlukan oleh umat Islam pada waktu itu. Ulama
bepergian dari satu kota ke kota lain untuk mencari hadits dan meriwayatkannya, kemudian lahirlah kitab hadits. Dapat dikatakan bahwa penulisan hadits inilah yang merupakan perintis jalan menuju
perkembangan ilmu sejarah. Bahkan dalam rangka menyeleksikan hadits yang benar dari yang salah, muncullah ilmu kritik
hadits, baik dari segi periwayatannya maupun
dari segi matan ataupun materinya. Ilmu ini pulalah yang dijadikan metode kritik
penulisan sejarah paling awal.
Untuk
melihat lebih jelas keadaan pertumbuhan dan perkembangan historiografi Islam
pada periode awal dan juga perkembangan mutakhirnya
dapat dilihat dalam pembahasan berikut ini :
a.
Historiografi
Islam Pada Periode Awal
Kajian mengenai
pertumbuhan dan perkembangan historiografi Islam periode awal perlu diadakan
tinjauan dari dua segi, yaitu dari segi aliran dan metode. Dari segi aliran.
Menurut Hussein Nashshar historiografi Islam pada periode awal itu terpola
dalam tiga aliran,
yaitu:
1)
Aliran
Madinah, mereka mengembangkan penulisan sejarah bertolak dari gaya penulisan
ahli hadits, lalu kemudian mulai berkembang penelitian khusus tentang kisah
peperangan Rasul (al-Maraghi). Orang
pertama yang menyusun al-Maraghi dan
kemudian disebut sebagai simbol peralihan dari penulisan hadits kepada
pengkajian al-Maraghi, ialah Aban
Ibnu Usman Ibn Affan (w.105 H/723 M) dan yang paling terkenal sebagai penulis al-Maraghi adalah Muhammad Ibn Muslim
al-Zuhri (w.124 H/742 M), dari penulisan al-Maraghi
kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan penulisan Sirah Nabawiyah (riwayat
hidup Nabi Muhammad SAW).
2)
Kedua, aliran Iraq. Aliran ini lebih luas dari aliran
Madinah dan Yaman, karena memperhatikan harus sejarah sebelum Islam dan masa Islam
sekaligus dan sangat memperhatikan sejarah para khalifah. Sistem penulisan
aliran ini adalah pengungkapan kisah al-ayyam
di masa sebelum Islam, kemudian karena panatisme politik kekabilahan yang diakibatkan oleh adanya persaingan antara kabilah untuk mencapai kekuasaan, disini
dikembangkan model penulisan silsilah. Langkah pertama yang sangat menentukan
perkembangan penulisan sejarah di Iraq adalah pembukuan tradisi lisan. Ini
pertama kali di lakukan oleh Ubaidillah Ibn Abi Rafi’ dengan menulis buku yang
berisikan nama para sahabat yang bersama Amir al-Mukminin (Ali bin Abi Thalib)
ikut dalam perang Jamal, Siffin dan Nahrawan oleh karena itu, dia dipandang
sebagai sejarawan pertama dalam aliran Iraq ini.
3)
Aliran
Yaman, mereka mengembangkan penulisan sejarah pra-Islam. Di daerah ini jauh
sebelum Islam datang telah berkembang budaya penulisan peristiwa, isinya adalah
cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan, sehingga berita-berita israiliyat masuk dan mempengaruhi
historiografi Islam. Para penulis hikayat-hikayat yang banyak dikutip oleh
sejarawan muslim berikutnya yang terpenting di antaranya adalah Ka’ab al-Ahbar
(w.32 H)[9].
Ketiga aliran
penulisan sejarah tersebut di atas, kemudian melebur dalam karya-karya penulis
sejarah berikutnya, khususnya dalam karya-karya sejarah. Tiga sejarawan besar
Ibn Ishaq (w.207 H/823 M) dengan karyanya al-Maraghi
dan Muhammad Ibn Said (w.230/845 M) dengan karyanya ‘abaqat al-Kabir.
Sedangkan dari
segi metode historiografi Islam periode awal dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1)
Historiografi
dengan metode riwayat.
Metode ini tumbuh dan berkembang dari
masa awal sampai abad ketiga. Tokoh historiografi dengan riwayat ini adalah
al-‘abari dengan karyanya Tar’k al-Rusul wa la-Muluk.
2)
Historiografi
dengan metode dirayah.
Metode ini tumbuh dan berkembang abad
keempat dan kelima Hijrah, pelopornya adalah al-Mas’udi (w.345 H) dengan
karyanya Muruj al-‘ahab. Kemudian
mengalami perkembangan dari masa ke masa dan mencapai puncaknya pada diri ibn Khaldun.
b.
Historiografi
Islam Modern
Pada penghujung
abad XVIII, barat telah mengalami kemajuan yang luar biasa, walau pada
hakikatnya kebangkitannya tidak terlepas dari pengaruh Islam. Hal ini dimulai
dengan reinainsance pada berbagai
diagram keilmuan[10].
Mereka bukan hanya mengadopsi keilmuan Islam secara menyeluruh, namun mulai
mengembangkannya dalam fase yang sangat realistis dan cepat. Berbagai macam
disiplin ilmu kembali mereka kembangkan, bukan hanya sekedar kajian sejarah
namun sudah mulai mengarah kepada sejarah sosial yang meninjau culture sebuah
kaum.
Akan tetapi,
Kuntowijoyo mengungkapkan, sejarah sosial sudah merupakan gerakan yang sudah
lama namun baru mendapat perhatian sekitar tahun 1950 an yaitu melalui aliran
penulisan Annales Historis Economique et
Sociale.
Perkembangan selanjutnya,
sejarah sosial mengalami perkembangan yang luas dan kearah tersebut para
pemikir serta sejarawan Islam menghadap. Secara ideal, sejarah sosial ialah
studi tentang struktur dan proses tindakan timbal balik manusia sebagaimana
telah terjadi dalam kontek sosio-kultural dalam masa lampau yang tercatat. Oleh
karena itu, sejarah sosial disebut juga dengan total history atau general
history.
Kini ke arah itulah perkembangan penulisan
sejarah bergerak, namun penulisan sejarah di dunia
Islam tampaknya tidak begitu cepat mengikuti perubahan yang terjadi di Barat.
Para sejarawan arab modern ini masih
disibukkan dengan metodologi dan pendekatan baru yang sebenarnya sudah lama
berkembang di Barat.
c.
Historiografi
Islam Mutakhir
Tarikh
adalah sistem penanggalan yang penghitungannya
didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi. Dalam perkembangan
selanjutnya, tarikh menjadi beragam dan berkembang sesuai perkembangan
pencatatan sejarah itu. Disebut juga penunjukan waktu tentang apa yang
dilakukan perawi hadia dan pemimpin agama. Dalam hal ini diterangkan tanggal
kelahiran dan kematian, kesehatan jasmani dan rohani, kesegaran pikiran,
perjalanan yang dilakukan, ketelitian dan kemampuan ilmu, tingkat keadilan,
kefasikan dan hal-hal khusus lainnya.
Sejarawan pada
periode awal muncul nama-nama seperti Aban Ibn Usman (w.1n5 H). Muhammad Ibn
Muslim al-Zuhri (w.124 H) sampai kepada at-Tabari (w.310 H), kemudian disusul
beberapa tokoh terkemuka pada masa pertengahan seperti Ibn Khaldun (w.808 H),
di Penghujung abad 18 awal abad 19, muncul seorang sejarawan yang disebut
sebagai pelopor dan perintis kebangkitan kembali Arab Islam yang bernama Abd
Rahman al-Jabarti (w.124 H/1825 M).
Dengan
menggunakan dan mengembangkan corak penulisan sejarah melalui metode hawliyat ditambah dengan metode Maudu’iyat (tematik). Baru pada abad 20
para sejarawan Islam terutama setelah adanya kontak budaya dan ilmu pengetahuan
antara Timur dengan Barat mulai mengembangkan historiografi Islam dengan metode
kajian terhadap sejarah secara menyeluruh, total atau global, tidak hanya satu
aspek sosial saja dengan mencontoh metode dan pendekatan yang berkembang di
dunia Barat.
5. Manfaat Pendekatan Historis Dalam Studi Islam
Pendekatan historis dalam studi Islam amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
dan kondisi sosial kemasyarakatan. Yaitu bagaimana melakukan pengkajian
terhadap berbagai studi keislaman dengan menggunakan pendekatan histories
sebagai salah satu alat (metodelogi) untuk menyatakan kebenaran dari objek
kajian itu.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi. Melalui pendekatan historis dalam studi Islam ditemukan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seseorang yang ingin memahami alquran secara benar,
maka ia harus mempelajari sejarah turunnya Al-quran (asbab
al-Nuzul) dengan demikian ia akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam
suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara
syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Mengingat begitu besar peranan pendekatan historis
ini, maka diharapkan akan melahirkan semangat keilmuan untuk meneliti lebih
lanjut beberapa peristiwa yang ada hubungannya terutama dalam kajian Islam di
berbagai disiplin ilmu dan diharapkan dari penemuan-penemuan ini akan lebih
membuka tabir kedinamisan dalam mengamalkan ajaran murni ini dalam kehidupan
yang lebih layak sesuai dengan kehendak syara’,
mengingat pendekatan historis memiliki cara tersendiri dalam melihat masa lalu
guna menata masa sekarang dan akan datang.
C. PENUTUP
Islam sebagai agama tidak dapat dipungkiri merupakan
fenomena sejarah. Pendekatan sejarah ( historis) dalam studi Islam amat
dibutuhkan dalam melakukan pengkajian terhadapnya sebagai salah satu alat
(metodelogi) untuk menyatakan kebenaran dan objek kajian itu, sehingga
dengannya pemahaman terhadap Islam akan lebih baik.
Sejarah Islam sebagai dari bagian fenomena sosial
memiliki cita rasa yang spesifik dan berbeda dengan agama lainnya. Hal ini lah
yang menjadikan banyaknya pakar yang berbeda pendapat dalam memahami Islam baik
yang berkaitana dengan awal dimulainya sejarah Islam atau dalam kontek
perjalanannya sebagai agama yang mengklaim dirinya sebagai penyempurnaan
agama-agama samawi yang lainnya, bahkan sampai akhir dunia nanti.
Sejalan dengan pendidikan sejarah, pada masa awal Islam terjadi periodesasi, priode Yaman, Madinah dan Irak. Masing-masing periode memiliki beragam perbedaan yang menimbulkan khazanah keislaman yang lebih luas. Sesungguhnya pengetahuan sejarah sendiri, telah dikumandangkan oleh Allah ketika menceritakan beragam manusai lampau, hanya saja penyampaiannya yang secara global perlu mendapat respon pengetahuan manusia untuk mencari validitasnya.
Sejalan dengan pendidikan sejarah, pada masa awal Islam terjadi periodesasi, priode Yaman, Madinah dan Irak. Masing-masing periode memiliki beragam perbedaan yang menimbulkan khazanah keislaman yang lebih luas. Sesungguhnya pengetahuan sejarah sendiri, telah dikumandangkan oleh Allah ketika menceritakan beragam manusai lampau, hanya saja penyampaiannya yang secara global perlu mendapat respon pengetahuan manusia untuk mencari validitasnya.
Demikian
juga dengan perkembangan selanjutnya, ketika manusai mencoba untuk mengkaji
masa lampau dan menuntut kebenaran sejarah.
Sejarah
tidak dapat dipisahkan dari subjektivitas, hanya saja diminimalisir untuk dapat
memberikan kajian yang jauh lebih baik adanya. Adanya unsur kepentingan penulis,
serta sudut pandang yag berbeda menjadi faktor dominan untuk meletakkan sejarah
pada penilaian sebelah mata.
Islamic Studies atau Pengkajian Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tua seumur dengan kemunculan Islam sendiri. Pengkajian Islam dalam sejarah panjangnya mewujud dalam berbagai tipe dan menyediakan lahan yang sangat kaya bagi kegelisahan akademik dari kalangan insider maupun outsider. Jika Studi outsider terwadahi dalam bentuk Orientalisme atau Islamologi, maka kajian insider memunculkan model ngaji yang berorientasi pengamalan, apologis yang memberi counter terhadap orientalisme, Islamisasi ilmu yang berupaya memberikan landasan paradigma Islam bagi ilmu-ilmu sekuler atau studi Islam klasik yang bersifat kritis namun masih berorientasi pada pengamalan.
Islamic Studies atau Pengkajian Islam adalah sebuah disiplin yang sangat tua seumur dengan kemunculan Islam sendiri. Pengkajian Islam dalam sejarah panjangnya mewujud dalam berbagai tipe dan menyediakan lahan yang sangat kaya bagi kegelisahan akademik dari kalangan insider maupun outsider. Jika Studi outsider terwadahi dalam bentuk Orientalisme atau Islamologi, maka kajian insider memunculkan model ngaji yang berorientasi pengamalan, apologis yang memberi counter terhadap orientalisme, Islamisasi ilmu yang berupaya memberikan landasan paradigma Islam bagi ilmu-ilmu sekuler atau studi Islam klasik yang bersifat kritis namun masih berorientasi pada pengamalan.
Sebagai objek studi, Islam harus didekati dari
berbagai aspeknya dengan menggunakan multidisiplin ilmu pengetahuan untuk
mengurai fenomena agama ini. Salah satunya adalah melalui pendekatan sejarah
yang tidak dapat diabaikan begitu saja bagi seseorang yang ingin memahami
tentang Islam dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998
Badri Yatim, Historiografi Islam, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai pustaka, 1995.
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Juhaya S Praja, Filsafat
dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta:
Teraju, 2002
Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Islam Historis Dinamika Studi Islam di
Indonesia, Yogyakarta: Galang Press, 2002.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT.Tiara Wacana, 1994
_________,
Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta :
Yayasan Bentang Budaya, 1995.
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, 1986.
M. Amin Abdullah, Studi Agama
Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta;1996
M. Deden Ridwan (ed), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan
Antardisiplin Ilmu, Jakarta : Pustaka Pelajar, 2001.
Manna’ al-Qathan, Mabahist fi Ulumil Qur’an, Beirut : Muassasah al-Risalah, 1990.
Mulyanto Sumardi, (ed.), Penelitian
Agama, Jakarta: Sinar Harapan, 1982
Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 1996.
Ngainun na’im, Pengantar Studi Islam,
Yogyakarta: TERAS, 2009
Sayyed Husen Nasr, Menjelajah Dunia
Modern, (terj.) Hasti Tarekat,
dari judul asli A Young Muslim’s Guide in The Modern World, Bandung:
Mizan, 1995
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul
Mustaqim. Asbab al-Wurud, Study Kritis
Hadis Nabi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2001.
Taufik Abdullah dan M Rusli Karim, (ed.), Metodologi
Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta,
1990
Taufik Abdullah,
(ed.), Sejarah dan Masyarakat, Jakarta; Pustaka Firdaus, 1987
http://makalahkuliahjurusanpai.blogspot.com/2011/04/pendekatan-historis-dalam-studi-islam.html
[1]
Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai pustaka, 1995)
[6] Taufik
Abdullah dan M Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah
Pengantar, Yogyakarta; Tiara Wacana Yogyakarta, 1990, Cet. ke-2, h. 92
0 komentar:
Posting Komentar